6 Okt 2011

Home » » Gunung Apam Banjarbaru

Gunung Apam Banjarbaru

Saat pencanangan ibukota Kalimantan, daerah ini masih belum ramai. Konon cikal-bakal Banjarbaru bermula dari Gunung Apam. Gunung Apam adalah “puncak” perbukitan di lintasan jalan Banjarmasin-Martapura, kira-kira di lokasi taman ‘Vander viljt’ Banjarbaru sekarang. Daerah ketinggian tersebut merupakan hamparan tanah ditumbuhi padang ilalang, tumbuhan semak berbuah sebesar “kuku ibu jari orang dewasa” berwarna hijau cerah saat masih muda kemudian berubah menjadi merah kehitaman saat sudah tua, daging buah berbiji kecil dan bnyak ini lumayan manis sehingga sangat digemari oleh hewan tupai serta beberapa jenis burung, juga terdapat pohon-pohon karet kurang terurus serta tumbuhan hutan berbatang besar terkesan angker. Tepat berada di tepi lintasan jalan darat penghubung antar daerah Di Kalimantan saat itu, juga menjadi lintasan jalan setapak pencari (pendulang) intan tradisional di belakang Kampus Unlam Banjarbaru saat ini.
Lokasi strategis tersebut mengundang minat seorang penduduk membuka warung. Pemilik warung tidak diketahui nama serta asalnya, membuka warung kecil-kecilan, menjual minuman teh dan kopi. Wadai (kue) pendampingnya adalah apam (serabi). Tak dinyana, wadai apam tersebut kemudian diperuntukkan menjadi nama daerah tersebut.
Konon, kue apam tersebut sangat lezat rasanya hingga digemari banyak orang. Kebanyakan para konsumen para pendulang intan juga sopir truk. Mereka melepas lelah sambil berinteraksi bahkan bertransaksi intan hasil tambang tradisional (mendulang). Tidak terkecuali warga Martapura serta Banjarmasin baik sengaja maupun sekedar mampir untuk melepas dahaga semakin ramai mendatangi warung ini setiap harinya.
Sejalan semakin populernya “Warung Wadai” Gunung Apam, Mulai tumbuh beberapa warung serupa. Semakin lama waktu berjalan semakin banyak pula warga pendatang lokal (berasal dari daerah Hulu-sungai) juga dari luar pulau (khususnya pulau jawa) kemudia mulai mendirikan rumah sederhana berbahan kayu hutan daerah sekitarnya. Sejak itu, terbentuklah perkampungan penduduk, kemudian populer dengan sebutan Gunung Apam. Secara administratif, Gunung Apam termasuk wilayah anak Kampung Guntung Payung, Kampung Jawa, Kecamatan Martapura.
Pada perkembangannya, perkampungan itu makin ramai. Semasa Dr. Murdjani menjadi Gubernur Kalimantan (1950-1953), beliau terobsesi memindahkan ibukota Kalimantan ke daerah yang lebih ideal, memilih daerah di sekitar Gunung Apam. Tidak mengherankan, begitu “mendapatkan” lokasi baru, kajian planologi segera dilakukan. Sampai akhir masa jabatannya (1953), walaupun secara administratif dan fisik baru pada tahap perancangan, pembangunan perkantoran dan perumahan pegawai Pemda Kalimantan dimulai. Targetnya, ibukota Kalimantan pindah dari Banjarmasin ke Gunung apam, semula ada dua pilihan penamaan untuk daerah ini; ‘Banjarpura’ yang berarti gerbang banjar (karena terletak diantara dua daerah kota Kabupaten Banjar dan Kota Banjarmasin), ‘Banjarbaru’ memiliki arti kota Banjar yang baru, merupakan penyingkatan nama sebagai daerah baru tujuan relokasi pusat pemerintahan Provinsi Kalimantan dari tempat asalnya di Kota Banjarmasin.
Gagasan Dr. Murdjani dapat disimak dari suatu pidato visionernya, obsesi ingin membangun Banjarbaru dari awal bukanlah hal yang mustahil walaupun pada saat itu lebih terkesan sebagai “mimpi”.  “Usaha bersama pasti dapat mewujudkan impian tersebut,” ujarnya disela-sela pidato apel pagi di halaman kantor gubernur propinsi Kalimantan Di Banjarmasin, Tepatnya Murdjani menyampaikan pesan, “Pembangunan itu, apalagi Banjarbaru yang dimulai dari awal harus direncanakan sebaik mungkin, dibangun bertahap dan berkelanjutan hingga terwujud suatu ibukota yang ideal dan dapat dibanggakan karena tatanannya yang bagus dan menjadi kota modern”.
Ketika Raden Tubagus Achmad Milono menggantikan Dr. Murdjani, usaha pembangunan dilanjutkan. Secara resmi, dengan surat bernomor: Des-19930-41 tanggal 9 Juli 1954 diusulkan kepada Pemerintah Pusat agar Banjarbaru ditetapkan menjadi ibukota Kalimantan. Sekalipun usaha pembangunan Banjarbaru dimulai dari awal menjadi sebuah kota ideal, namun entah kenapa kemudian malah dijawab dengan Kalimantan dipecah menjadi empat (4) provinsi, Kepala negara pada saat itu nampaknya kurang berpihak pada gagasan ini.
Tuntutan masyarakat, pihak eksekutif, dan legislatif susul-menyusul kemudian baru menghasilkan status Banjarbaru pada 11 November 1975 sebagai Kota Administratif pertama di Indonesia. Setelah memakan waktu dua dasawarsa lebih, akhirnya Banjarbaru malah “mendapatkan” status kotamadia. Hampir setengah abad, nampaknya belum “membuktikan” gagasan brilian dokter masyarakat itu disahuti secara nyata. Hingga kemudian timbul prasangka “apakah pada saat itu Indonesia takut, akan berdirinya daerah pemerintahan terkaya di Kalimantan?”. Entah lah, yang jelas kekayaan kalimantan kini mengalir deras entah kemana, mungkin inilah nasib kalimantan yang sudah digariskan oleh Indonesia.

link: feedfury

1 komentar:

Baru tau saya sejarahnya. Tapi sepertinya ada beberapa informasi yg kurang, mungkin bisa di kembangkan lgi kedepannya. Trims infonya.. 😊

Silakan komentar:
- Bila susah boleh pakai anonymous, bila salah bisa dihapus kemudian ulang komentar lagi,
- Dilarang komentar Promosi
Terima kasih kunjungannya.